Langsung ke konten utama

DINAMIKA PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA DALAM KONTEKS NKRI

 

BENTUK NEGARA

1. BENTUK NEGARA KESATUAN

Negara kesatuan adalah bentuk yang paling ideal bagi bangsa ini ketika mendirikan negara. Hal ini tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa ini. Selain itu, negara kesatuan juga dianggap lahir dari bangsa ini sendiri, sehingga mudah untuk diterima khalayak bangsa ini. Hari ini tugas bangsa ini adalah merawat negara kesatuan yang merupakan milik bersama, yang bukan milik pendahulu atau generasi selanjutnya, atau bahkan milik kelompok tertentu. Keberbedaan sejatinya adalah elemen penting dalam menopang negara kesatuan dalam mencapai tujuan dan mewujudkan cita-citanya.

2. BENTUK NEGARA SERIKAT

Negara serikat atau Federasi merupakan bentuk negara gabungan yang terdiri dari beberapa negara bagian dari sebuah negara serikat. Pada mulanya negara-negara bagian tersebut merupakan negara yang merdeka, berdaulat dan berdiri sendiri.

 

INDONESIA MEMILIH KEMBALI KE BENTUK NEGARA KESATUAN.

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang memiliki fenomena tingkat heterogenitas kependudukan yang sangat tinggi. Keragaman etnis dan budaya menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang paling artifisial di muka bumi ini (Anderson, 1991). Hal inilah yang menjadi salah satu alasan utama mengapa Indonesia memakai konsep bentuk negara kesatuan dimana pemerintahan yang mengatur jalannya negara secara umum adalah pemerintah pusat. Selanjutnya, barulah ada sebuah konsep desentralisasi serta otonomi daerah yang nantinya akan membuat daerah-daerah mengeluarkan potensi yang mereka miliki masing-masing. Lalu mengapa bentuk negara kesatuan adalah yang paling cocok dengan Bangsa Indonesia yang heterogen? Hal ini dikarenakan dengan adanya sebuah pemerintahan yang dikontrol dari pusat maka seharusnya kebijakan yang diberikan pemerintah pusat terhadap daerah sifatnya adalah merata dan adil, tidak ada suatu daerah yang diberi sebuah regulasi dan kebijakan yang bersifat khusus. Jika negara Indonesia menganut sistem federasi, akan ada kesenjangan yang terjadi di tiap-tiap daerah di Indonesia karena prinsip negara federasi adalah pemerintah daerah (atau negara bagian) memiliki kekuasaan dan kedaulatannya sendiri namun tetap sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Bayangkan jika tiap daerah di Indonesia memiliki kedaulatan mereka masing-masing dan menimbulkan kesenjangan di antara daerah-daerah tersebut, maka yang berpotensi terjadi adalah sebuah disintegrasi bangsa. Selain itu, Bangsa Indonesia ingin memilih bentuk negaranya sendiri, yang mereka anggap sesuai dengan situasi dan kondisi mereka, bukan sebuah bentuk negara federasi yang merupakan ‘mandat dan syarat’ dari pemerintahan Belanda pada masa awal kemerdekaan Indonesia

 

Kehidupan Politik pada Demokrasi Liberal

Masalah tersebut adalah ketidakstabilan politik. Berbagai Peristiwa politik yang terjadi pada demokrasi liberal diantaranya :

 A. Pergantian Kabinet yang Cepat

Sistem multi partai pada masa demokrasi liberal menimbulkan persaingan antar golongan. Masing-masing partai hanya mau mencari kemenangan dan popularitas partai dan pendukungnnya, sehingga mengakibatkan ketidakstabilan politik Indonesia. Ketidakstabilan politik juga diwarnai jatuh bangunnya kabinet karena antara masing-masing partai tidak ada sikap saling percaya. Sebagai bukti dapat dilihat pergantian kabinet dalam waktu yang relatif singkat berikut ini.

l Kabinet Natsir (September 1950 - Maret 1951).

l Kabinet Sukiman (April 1951 - Februari 1952).

l Kabinet Wilopo (April 1952 - Juni 1953).

l Kabinet Ali Sastroamijoyo I (Juli 1953 – Agustus 1955).

l Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 - Maret 1956)

l Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956 - Maret 1957).

l Kabinet Juanda (Maret 1957 - Juli 1959).

 B. Hubungan Pusat dan Daerah

Silih bergantinya kabinet dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan ketidakpuasan pemerintahan daerah. Karena pemerintahan pusat sibuk dengan pergantian kabinet, daerah kurang mendapat perhatian. Tuntutan-tuntutan dari daerah ke pusat sering tidak didengarkan. Situasi ini menyebabkan munculnya gejala provinsialisme atau sifat kedaerahan. Gejala provinsialisme akhirnya berkembang ke separatisme atau usaha memisahkan diri dari pusat. Gejala tersebut terwujud dalam berbagai macam pemberontakan, APRA, pemberontakan Andi Azis,RMS, PRRI, dan Permesta.

C. Pemilu I Tahun 1955

Pemilihan Umum (Pemilu) sudah direncanakan oleh pemerintah, tetapi program ini tidak segera terwujud. Karena usia kabinet pada waktu itu relatif singkat, persiapan-persiapan secara intensif untuk program tersebut tidak dapat dilaksanakan. Pemilu merupakan wujud nyata pelaksanaan demokrasi. Pemilu I di Indonesia akhirnya dilaksanakan pada masa kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu I yang diselenggarakan pada tahun 1955 dilaksanakan dua kali, yaitu:

l Tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Parlemen.

l Tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante (Dewan Pembentuk Undang-Undang Dasar).


Partai-partai peserta pemilu I pada tahun 1955. 

l Secara serentak dan tertib seluruh warga negara yang mempunyai hak memilih mendatangi tempat pemungutan suara untuk menentukan pilihannya. Pemilu berjalan lancar dan tertib dan melahirkan Empat partai yang muncul sebagai pemenang dalam Pemilu 1955 secara berurut: Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

 D. Kemacetan Konstituante

Pemilihan umum tahap II pada tanggal 15 Desember 1955 mengantar terbentuknya Dewan Konstituante yang bertugas menyusun Undang Undang Dasar. Namun, antara kurun waktu 1956-1959, Dewan Konstituante belum berhasil merumuskan Undang-Undang Dasar tersebut. Ketidak berhasilan Konstituante menyusun UUD baru dan kehidupan politik yang tidak stabil menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat Indonesia.

Pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno berpidato di depan sidang Konstituante yang menganjurkan agar Konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi UUD Republik Indonesia. Konstituante kemudian mengadakan sidang untuk membahas usulan tersebut dan diadakan pemungutan suara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pemungutan suara tidak memenuhi kuorum. Banyak anggota Dewan Konstituante yang tidak hadir. Kemudian diadakan pemungutan suara yang kedua pada tanggal 2 Juni 1959. Pemungutan suara kedua juga tidak memenuhi kuorum. Dengan demikian, terjadi lagi kemacetan dalam Konstituante. Pada tanggal 3 Juni 1959 para anggota dewan mengadakan reses atau istirahat bersidang. Ternyata reses ini tidak hanya sementara waktu tetapi untuk selamanya. Artinya, Dewan Konstituante membubarkan diri.

 E. Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Untuk menanggulangi hal-hal yang dapat membahayakan negara, Letjen A. H Nasution, selaku Kepala Staf Angkatan Darat, mengeluarkan larangan bagi semua kegiatan politik terhitung sejak tanggal 3 Juni 1959. Kehidupan politik semakin buruk dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Di daerah-daerah terjadi pemberontakan merebut kekuasaan. Partai-partai yang mempunyai kekuasaan tidak mampu menyelesaikan persoalan. Soekarno dan TNI tampil untuk mengatasi krisis yang sedang melanda Indonesia dengan mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945. Pertimbangan dikeluarkannya dekrit Presiden adalah sebagai berikut:

    + Anjuran untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante.     

    + Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya karena sebagian besar anggotanya telah           menolak menghadiri sidang.    

  + Kemelut dalam Konstituante membahayakan persatuan, mengancam keselamatan negara, dan                 merintangi pembangunan nasional.

Oleh karena itu, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan keputusan (dekrit). Keputusan itu dikenal dengan nama Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi dekrit ini adalah sebagai berikut:

@ Pembubaran Konstituante.

@ Berlakunya UUD 1945.

@ Akan dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat. 

 

UNTUK DEMOKRASI TERPIMPIN BOLEH BACA DI LINK DI BAWAH INI 

https://katadata.co.id/safrezi/berita/61bac5133a335/mengenal-demokrasi-terpimpin-sistem-pemerintahan-era-soekarno 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlindungan dan Penegakan Hukum di Indonesia

    @pakiding_ 3. Perlindungan Dan Penegakan Hukum Di Indonesia  Indonesia merupakan negara hukum, artinya semua kehidupan negara harus didasarkan pada hukum. Agar konsep negara hukum benar-benar terlaksana, maka ada dua hal yang harus diupayakan Indonesia, yaitu perlindungan hukum dan penegakan hukum. Dilansir buku Perlindungan Hukum Pekerja Rumah Tangga Berbasis Hak Konstitusional (2020) karya Trianah Sofiani, dijelaskan definisi perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon. Menurut Philipus M. Hajdon, perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum. Artinya, perlindungan hukum dilakukan dengan menggunakan sarana hukum yang ditujukan untuk melindungi harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap subyek hukum. Apabila dihubungkan dengan negara Indonesia, maka perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia har...

Upaya Penegakan HAK ASASI MANUSIA

       @pakiding_ 1. Upaya Pemerintah dalam Menegakkan HAM   Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hal wajib yang patut diberikan kepada setiap manusia di seluruh dunia. Di Indonesia, terdapat beberapa upaya yang dilakukan untuk menegakkan HAM, mulai dari pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), instrumen HAM, dan pengadilan HAM. Melansir catatan Badan Pusat Statistik, definisi HAM telah dijabarkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berikut ini artinya.   “hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia” Berdasarkan catatan Yusnawan Lubis dan Mohamad Sodeli dalam buku ajar PPKn (2017:22), terungkap bahwa semua negara yang ada di dunia menjunjung tinggi HAM. Namu...

Dinamika Penerapan Demokrasi Di Indonesia

  Sejak terlahir sebagai negara yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia telah menetapkan untuk menganut paham dan ajaran demokrasi dalam kehidupan bernegara. Paham demokrasi yang dianut negara Indonesia tidak hanya berlaku pada bidang sosial atau hukum saja tapi juga bidang politik, yang kemudian disebut dengan sistem politik demokrasi.  Dalam artikel ini kita akan membahas tentang sistem politik demokrasi. Apakah yang dimaksud dengan sistem politik demokrasi? Apa saja ciri-ciri dari sistem politik demokrasi? Apa prinsip-prinsip dari penerapan demokrasi pada sistem politik? Serta apa saja mekanisme sistem politik demokrasi?  Ciri-ciri Sistem Politik Demokrasi Adanya paham demokrasi dalam sistem politik suatu negara berarti bahwa negara tersebut memperhatikan dan memperlakukan sama semua golongan yang ada tanpa memandang mayoritas atau minoritas dalam bidang politik. Sehingga dunia politik negara tersebut terhindar dari para diktator (biasanya berasal dari gol...